POLDA MALUKU – Kepolisian Daerah Maluku menyayangkan pemberitaan sepihak dari media online Referensi Maluku tanggal 14 Juli 2024. Berita dengan judul “Biadab ! Aniaya Janda Hingga Sekarat Lima Hari di RS. Brigpol LA Sengaja Dibebaskan, Korban Menjerit ke Kapolri” ini dinilai telah menyudutkan Polri.
“Berita yang dimuat hanya berdasarkan informasi sepihak , tidak obyektif dan tidak berimbang serta tidak ada konfirmasi ke Polda Maluku , sehingga membuat kesan Polri tidak profesional dan melindungi anggota Polri yang melakukan pelanggaran/ Tindak Pidana,” kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol Areis Aminnullah di Ambon, Senin (15/7/2024).
Polda Maluku menilai pemberitaan tersebut tidak sesuai Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Pasalnya, berita yang diterbitkan hanya menyajikan keterangan sepihak dari pelapor (Korban). Keterangan korban dimuat secara mentah tanpa adanya konfirmasi kepada Polda Maluku (Bid Propam dan Ditreskrimum) sebagai pihak yang menangani permasalahan antara pelapor Ny. DO (52 Tahun) dengan terlapor Brigpol LA (31 Tahun).
“Benar pelapor telah membuat Laporan Polisi Nomor : LP-B/142/III/2019/SPKT Polda Maluku, tanggal 15 Maret 2019 tentang Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh LA, yang melanggar pasal 351 ayat (1) KUHPidana,” katanya.
Pada tanggal yang sama, 15 Maret 2019, pelapor juga membuat laporan di Yanduan Bidpropam Polda Maluku dengan Laporan Polisi Nomor : LP/35/III/2019/Yanduan tanggal 15 Maret 2019 terkait dugaan pelanggaran pasal 14 ayat 1 huruf (c) perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan LA.
“Kejadian penganiayaan yang dilaporkan oleh DO terjadi pada tanggal 20 Januari 2019, dan baru dilaporkan pada tanggal 15 Maret 2019,” ungkap Kombes Areis.
Saat dilaporkan, penyidik Unit PPA Ditreskrimum Polda Maluku maupun pemeriksa Subbidwabprof Bidpropam Polda Maluku langsung melakukan proses penyelidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Namun, penyidik PPA tidak menemukan bukti pendukung (alat bukti) yang cukup.
Karena tidak menemukan bukti pendukung yang cukup, kemudian diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SPPP) dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/53.b/XII/2019/Ditreskrimum tanggal 05 Desember 2019.
Setelah diterbitkan SP3, pada 1 April 2020, Ny. DO membuat pengaduan kepada Kabid Propam Polda Maluku terkait SP3 yang diterbitkan penyidik PPA Ditreskrimum. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap proses penyidikan yang dilakukan penyidik PPA, diperoleh hasil bahwa penerbitan SP3 merupakan hal yang mendasar.
“SP3 dikeluarkan karena tidak ada cukup bukti (visum dan saksi), dimana kejadian tindak pidana yang dilakukan terlapor tidak langsung dilaporkan oleh pelapor saat itu juga, melainkan berselang hampir dua bulan (Kejadian 20 Januari 2019, Lapor 15 Maret 2019) barulah kasusnya dilaporkan,” jelasnya.
Polda Maluku mengakui antara pelapor dan terlapor pernah mempunyai hubungan spesial atau pacaran. Bahkan, mereka telah melakukan hubungan layaknya suami-istri. Kehadiran orang ketiga, picu rasa cemburu pelapor, yang selanjutnya terjadi perselisihan hingga berbuntut terjadinya dugaan penganiayaan oleh Terlapor.
“Terlapor mengakui kalau tindakan kekerasan terhadap pelapor dilakukan dengan cara menampar sebanyak 2 kali pada pipi sebelah kiri. Saat itu telah dilakukan upaya mediasi oleh Penyidik PPA Ditreskrimum Polda Maluku. Dan terlapor telah menemui dan meminta maaf secara langsung kepada pelapor,” ujarnya.
Mengenai mutasi terlapor ke Polres Buru sesuai Surat Telegram Mutasi Bintara Polda Maluku tahun 2019 pernah ada. LA saat itu dimutasikan dari SPKT Polda Maluku ke Polres Buru. “Namun karena saat itu terlapor sementara menjalani proses pemeriksaan terkait kasus yang dilaporkan, sehingga mutasi terlapor dibatalkan dan sampai saat ini terlapor masih berdinas pada SPKT Polda Maluku. Jadi tidak benar kalau terlapor belum diperiksa dan saat ini telah bertugas di Polres Buru,” tegasnya.
Tak hanya itu, dalam proses penyidikan yang ditangani pemeriksa dari Subbidwabprof Bidpropam Polda Maluku, pelapor tidak pernah hadir setelah dipanggil sebanyak 3 kali. Panggilan pertama Nomor : SPG/06/I/HUK.3.4./2021/Bidpropam tanggal 5 Januari 2021. Panggilan kedua Nomor : SPG/18/I/HUK.3.4./2021/Bidpropam tanggal 15 Januari 2021. Dan Panggilan tiga Nomor : SPG/24/I/HUK.3.4./2021/Bidpropam tanggal 19 Januari 2021.
“Yang bersangkutan (pelapor) tidak pernah memenuhi penggilan penyidik, sehingga penyidik menemukan kendala dalam proses hukum yang dilakukan,” sebutnya.
Untuk perkara kode etik polri, Subbidwabprof Bidpropam Polda Maluku telah melakukan proses hukum terhadap LA. Yang bersangkutan telah dijatuhi sanksi sesuai dengan perbuatannya yang telah dibuktikan dalam persidangan KKEP, sesuai berkas pendahuluan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri Nomor : BP3KEPP/01/I/2020/Wabprof dengan pelanggaran Pasal 11 ayat 1 huruf ( c) perkap 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan telah dilakukan sidang Kode Etik sesuai dengan salinan purusan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri Nomor : PUT.KKEP/3/I/2021/KKEP tanggal 21 Januari 2021.
“Keputusan sidang KKEP menyatakan perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan, dan saat ini anggota tersebu dalam pengawasan Propam Polda Maluku. Jadi tidak benar kalau terlapor tidak diperiksa dan dihukum secara kode etik profesi Polri sesuai perbuatannya,” jelasnya.
Juru bicara Polda Maluku ini juga mengingatkan agar media pun bisa memberikan pemberitaan yang berimbang dan obyektif sesuai amanah yang terkandung dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Discussion about this post