POLDA MALUKU – Kepala Kepolisian Daerah Maluku Irjen Pol Drs. Refdi Andri, M.Si, mengikuti Video Conference (Vikon) yang dipimpin Wakil Kepala Bareskrim dan Direktur Tipidsiber Bareskrim Polri dari Ruang Rapat Utama, Markas Polda Maluku, Kota Ambon, Kamis (18/2/2021).
Saat mengikuti Vicon dengan agenda pembahasan Penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Kapolda tidak sendiri. Ia didampingi Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, Kombes Pol Eko Santoso.
Wakil Kabareskrim Polri Irjen Pol Brigjen Pol Wahyu Hadiningrat, mengatakan, berdasarkan survei terkait kebebasan berpendapat Polri, sebanyak 34,9% dianggap terlalu represif dalam penanganannya. Artinya mudah melakukan pemidanaan dalam penerapan UU ITE perihal pencemaran nama baik dan hoax.
Selanjutnya, ia menyampaikan terkait permasalahan pasal karet dalam UU ITE yang menimbulkan multitafsir dan isu berkepanjangan. Sehingga ada beberapa langkah strategis yang perlu disampaikan dan perlu adanya budaya etika di ruang digital. Polarisasi ini terjadi karena adanya keberpihakan dalam penanganan perkara UU ITE sehingga perlu diinventarisir berbagai masalah terkait UU ITE, apa yang dirasakan masyarakat, dan dampaknya seperti apa.
“Sehingga ke depan kita bisa mengambil langkah lain baik secara restoratif, adat dan lain-lain,” katanya.
Pasal UU ITE yang sering menjadi Polemik dan perlu adanya pengkajian oleh rekan-rekan untuk ditindak lanjut dalam penanganannya bagaimana delik aduan dan bagaimana delik Tindak pidana murni.
Untuk delik aduan, kata dia, harus dilaporkan oleh orangnya langsung. Aduan tidak bisa dilaporkan oleh aliansi-aliansi. Sementara untuk delik tindak pidana murni, dapat diambil tindakan preventif dan segera membuat virtual police, tegur dan ingatkan potensi pelanggarannya.
“Harus masifkan himbauan etika di dunia digital. Setiap kasus yang terkait dengan UU ITE, harus dilaporkan ke Bareskrim dalam hal ini Direktur cyber dan lakukan gelar dengan Bareskrim di level Polda dengan sarana zoom sehingga kita bisa ambil keputusan,” pintanya.
Wahyu juga meminta agar apabila terdapat berbagai hal yang bersifat kejahatan agar dapat diproses hingga tuntas.
“Penyidik harus bisa membedakan mana kritik, hoax dan pencemaran nama baik. Perbedaan-perbedaan ini kadang sangat bias, orang orang-orang sering memanfaatkan cyber space dengan bahasa yang agak sulit ditafsirkan secara hukum. Untuk kritik tidak dipidanakan,” katanya.
Ia juga meminta penyidik agar melakukan penindakan tegas terhadap perbuatan yang bersifat memecah belah atau sudah membuat terjadinya kegaduhan di ruang cyber.
“Datakan pihak mana saja yang memiliki akses masif yang dapat menimbulkan isu SARA, penyidik harus berkoordinasi dengan intel. Di ruang cyber perlu suatu pengawasan,” harapnya.
Dalam proses hukum terkait UU ITE, Wahyu juga meminta agar dapat memberikan ruang untuk mediasi awal. Apabila dalam prosesnya yang terlapor sadar dan meminta maaf agar segera hentikan kasus dengan mekanisme yang ada.
“Apabila pelapor menolak dan perkara memenuhi unsur silahkan dilanjutkan tapi tidak dilakukan penahanan. Ketika berkas akan maju ke JPU (Jaksa Penutut Umum) berikan lagi ruang untuk mediasi. Koordinasikan dengan JPU terkait pedoman dan langkah-langkah ini sehingga punya Pemahaman yang sama dan langkah yang seiring dengan Polri,” harap dia.
Ia menyebutkan, Bareskrim Polri sudah membentuk berbagai tindakan pencegahan, baik virtual police dan akun untuk monitor serta memberikan edukasi kepada masyarakat. Para Direktur Krimsus juga diharapkan untuk berkoordinasi dengan Mabes dalam rangka mempersiapkan hal hal yang sama di wilayah masing-masing.
“Akan dilakukan pengawasan dalam penerapan UU ITE oleh Mabes Polri secara berkelanjutan, akan ada reward dan Punishment terhadap apa yang menjadi Arahan Presiden,” ujarnya.
Orang nomor 2 di tubuh Bareskrim Polri ini juga meminta jajarannya di wilayah-wilayah agar segera melakukan inventarisir penanganan-penanganan kasus terkait UU ITE. Setelah itu diharapkan untuk melaporkan ke Mabes.
“Kalau ada masalah segera digelar kasusnya,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Slamet Uliandi, menambahkan, Telegram Rahasia Kapolri perihal gelar perkara sudah dikirimkan ke 34 Polda, agar dipedomani dan dilaksanakan.
Mengenai Virtual Police, Slamet mengaku pihaknya sudah koordinasikan dengan beberapa Provider, dan Platform sehingga akan keluar peringatan apabila ada postingan yang melanggar UU ITE. Setelah itu, selanjutnya akan dilakukan klarifikasi secara tertutup, dilanjutkan dengan tindakan Restoraive Justice apabila berlanjut ke Mabes maka akan diproses secara terbuka.
“Untuk edukasi, Jumat ini akan launching Cyber TV, dimulai dari Facebook, Instagram dan YouTube isinya memberikan Edukasi dan situasi Kamtibmas khususnya di bidang cyber dan akan ada interaktif dalam cyber TV tersebut kita berikan effort kepada upaya hukum dan pencegahannya,” sebutnya.
Discussion about this post