POLDA MALUKU – Masyarakat Buru memberikan apresiasi terhadap kinerja Polda Maluku yang selama ini terus mencegah dan menangkap para penambang illegal di Gunung Botak, Kabupaten Buru.
Sejak tahun 2021 sampai dengan 2023, tercatat sebanyak 13 kasus pertambangan illegal di Gunung Botak, berhasil diungkap polisi.
Dari belasan kasus yang diungkap, 26 orang tersangka PETI diamankan. 22 orang diantaranya telah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk tahun 2021-2022.
Pada tahun 2021 Polda Maluku berhasil mengungkap 6 kasus pertambangan illegal dengan mengamankan sebanyak 13 orang tersangka. Sementara di tahun 2022 tercatat 5 kasus yang diungkap dengan mengamankan 9 tersangka.
Di tahun 2023 sendiri, saat ini terdapat dua kasus dengan menjerat 4 orang tersangka. Tiga diantaranya sudah tahap I, sementara seorang lainnya masih dalam tahap penyidikan.
Kapolda Maluku, Irjen Pol Lotharia Latif, mengungkapkan, persoalan pertambangan di Gunung Botak sudah terjadi sejak tahun 2012. Justru saat ini Polda Maluku gencar menindak para Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI).
“Keterlibatan beberapa oknum aparat keamanan juga dari dulu terjadi, dan Polda Maluku terus menindak dan menghukum anggota yang terlibat,” tegas Kapolda, Minggu (2/4/2023).
Bisnis pertambangan illegal memang menggiurkan karena memberikan keuntungan yang besar, tanpa memikirkan dampaknya yang akan dirasakan masyarakat. Olehnya itu butuh iman yang kuat untuk menolak berbagai tawaran dari oknum-oknum yang selalu mencoba mengajak kerjasama.
“Saya pernah menyampaikan bahwa ada sejumlah oknum dan pihak-pihak yang selalu mencoba membujuk agar Kapolda memberikan ruang dan peluang untuk diajak kerjasama membekingi tambang illegal. Salah satunya yang saat ini ditangkap dan ditahan di Polres Buru yang mengaku sebagai Sekjen APRI dan membawa nama Kapolda dan beberapa pejabat di Maluku, yang seolah-olah sudah diberikan ijin mengelola tambang di Gunung Botak,” ungkapnya.
Kapolda kembali menegaskan, selama belum ada ijin resmi dari Pemerintah, maka segala bentuk apapun kegiatan di Gunung Botak adalah illegal dan melanggar hukum.
“Dampaknya seringkali Kapolda dan Polda Maluku kemudian dijadikan sasaran kebencian kelompok-kelompok tertentu, dan melancarkan tuduhan kalau Kapolda tidak bekerja, Kapolda yang paling tanggung jawab tentang tambang liar di Gunung Botak, serta dilaporkan ke Mabes Polri untuk dicopot dan sebagainya,” tegasnya.
Persoalan Gunung Botak sangat kompleks. Di sana bukan hanya ada persoalan hukum, namun juga menyangkut legalitas dan berbagai permasalahan sosial yang bukan tugas Polri.
“Seperti kontainer yang jatuh, jelas bahwa kontainer itu dikirim dari Makasar dan melibatkan beberapa instansi serta proses yang tidak ada kaitan dengan tugas Polri. Tapi ketika peristiwa itu terjadi maka yang paling gampang menyalahkan kembali adalah Polda Maluku,” katanya.
Saat melaksanakan kegiatan di Polres Pulau Buru, Kapolda telah memerintahkan agar terus melakukan penegakan hukum. Tindak tegas para pelaku baik perorangan maupun instansi yang bertanggung jawab atas proses pengiriman kontainer dan pengangkutan.
“Tindak tegas para pelaku baik perorangan maupun instansi yang bertanggung jawab atas proses pengiriman kontainer dan pengangkutan yang sepertinya dikaburkan sejak awal pengiriman oleh pihak-pihak tertentu,” pintanya.
Menanggapi berbagai statemen yang sedikit-sedikit menyalahkan Polda dan meminta Kapolda maupun Kapolres diperiksa serta dicopot, Irjen Latif mengaku itu merupakan hal yang biasa.
“Polda Maluku sesuai SOP selalu melaporkan semua persoalan di Gunung Botak sampai soal masih adanya keterlibatan aparat keamanan dan langkah-langkah tindakan kepolisian yang dilakukan secara rutin dan periodik,” katanya.
Bahkan, lanjut Kapolda, saat melakukan penegakan hukum, biasanya juga selalu muncul perlawanan dengan segala cara. Mulai dari mencoba kompromi, memfitnah, bahkan menyudutkan Polri dengan menimbulkan kesan bahwa Polri tidak bekerja dan tebang pilih.
“Mabes Polri itu sudah tahu semua persoalan yang terjadi di Gunung Botak dari dulu sampai dengan saat ini, dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Kapolda Maluku baik terhadap penegakan hukum ke masyarakat ataupun anggota yang terlibat untuk diproses hukum,” jelasnya.
Irjen Latif mengaku akan selalu menerima semua kritikan dari masyarakat. Namun diharapkan kritik yang diberikan itu konstruktif berdasarkan data-data, serta bisa memberikan solusi bersama. Bukan sebaliknya mengeluarkan kritikan yang hanya opini dan asumsi.
“Sedikit-sedikit menyudutkan dan menyalahkan Polri, meminta Kapolda dan Kapolres dicopot, tanpa memahami kompleksnya persoalan yang terjadi di Gunung Botak, baik masalah perijinan resminya, masalah sosial, masalah klaim tanah adat dan sebagainya yang bukan tugas dan tanggung jawab Polri,” ungkapnya.
Irjen Latif mengaku telah menyampaikan kepada Bupati, Dandim, Kapolres dan Ketua DPRD pada pertemuan sebelum berbuka puasa di Polres Pulau Buru. Permasalahan yang disampaikan yaitu mengenai langkah atau upaya yang harus dilakukan, termasuk pencegahan agar tidak adanya aparat keamanan yang terlibat dalam tambang liar di Gunung Botak.
“Terus fokus, cegah dan tegakkan hukum kepada pelaku-pelaku tambang illegal baik perorangan ataupun kelompok-kelompok di sana,” pungkasnya.
Discussion about this post