POLDA MALUKU – Kepolisian Daerah Maluku menggelar dialog membahas permasalah konflik yang sering terjadi di wilayah Maluku yakni sengketa tapal batas lahan.
Dialog interaktif tersebut berlangsung di kantor RRI Kota Ambon, Selasa (11/10/2022). Sebanyak empat narasumber dihadirkan. Yaitu Karo Ops Polda Maluku Kombes Pol Asep Saepudin S.Ik, Ketua Komisi A DPRD Provinsi Maluku Amir Rumra S.Pi. M.Si, Kepala Bidang Survei Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Maluku, Eric Hosta Mella, dan Sekretaris Umum Majelis Latupatti Provinsi Maluku Decky Tanasale.
Eric Hosta Mella, mengatakan, saat ini tugas, kewenangan dan peran BPN sangat luas dalam menangani persoalan sengketa lahan.
Ia mengaku, penyelesaian konflik batas tanah akan dilakukan setelah pihaknya mendapat pengaduan dari masyarakat.
“Harus ada pengaduan dari pemohon kepada pihak pertanahan setempat. Jadi kami memproses mulai dari pengaduan pemohon dan selanjutnya kami akan tindak lanjuti dengan gelar awal dan gelar akhir di lapangan. Sehingga dengan demikian penyelesaian persoalan batas tanah ini bisa kami selesaikan dengan cara mediasi antar kedua belah pihak atau juga bisa melalui putusan pengadilan,” ungkapnya.
Terkait dengan adanya sertifikat ganda pada satu bidang tanah, Mella, meminta agar setiap pemilik tanah dapat memelihara dan menjaga batas tanahnya. Sehingga tidak terjadi penyerobotan oleh orang lain. Apalagi sertifikat yang diterbitkan sudah cukup lama.
“Jadi kita tahu bersama bahwa saat ini banyak ditemukan adanya sertifikat ganda pada satu bidang tanah. Hal ini disebabkan karena sebelum adanya sistem elektronik seperti saat ini. Dulu itu kan sertifikat tanah masih diproses secara manual, olehnya itu setiap masyarakat wajib menjaga tanahnya masing-masing dan dapat mengecek lewat aplikasi sentuh tanahku. Apakah sertifikatnya sudah terdaftar atau belum,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan apabila terdapat sertifikat ganda pada satu bidang tanah maka salah satunya akan dibatalkan. “Jika ada pengadaan dari masyarakat tentang adanya sertifikat ganda maka kami akan mengecek dan membatalkan salah satu sertifikat yang diproses tidak sesuai prosedur admnistrasi yang ditetapkan oleh badan pertanahan negara,” tegasnya.
Sementara itu, Amir Rumra, mengaku DPRD selalu berkoordinasi dengan pihak terkait apabila terjadi persoalan atau konflik tapal batas lahan di Maluku.
“Terkait konflik sosial akibat batas tanah di Maluku ini memang kita tidak bisa hindari dan ini sudah sering terjadi, sehingga kami dari DPRD selaku fungsi pengawasan berharap agar persoalan batas tanah yang terjadi harus menjadi perhatian kita bersama terkhusus pada badan pertanahan dan pemerintah,” pintanya.
Rumra juga mengaku hingga kini masih ditemukan sertifikat ganda pada satu bidang tanah, dan belum terselesaikan. Ia mengaku hal tersebut juga menjadi masalah persoalan selama ini.
“Masih ada juga titik konflik batas tanah yang belum terselesaikan seperti di Kecamatan Haruku ada Desa Pelauw dan Kariu dan di beberapa Kabupaten lain di Maluku,” ungkapnya.
Rumra meminta pemerintah dan aparat keamanan agar dalam penyelesaian masalah tapal batas tanah harus dikedepankan pendekatan hukum.
“Kami berharap dalam penyelesaian masalah konflik tapal batas harus dikedepankan penegakan hukum. Walau daerah ini memiliki kearifan lokal yang kuat, namun kami berharap adanya penegakan hukum yang tegas dari aparat, untuk keamanan Maluku, karena kita harus pahami bahwa hukum adalah panglima tertinggi,” ucapnya.
DPRD Maluku, tambah Amir mengaku akan selalu mendukung langkah -langkah pemerintah dan aparat keamanan dalam penyelesaian konflik yang diakibatkan sengketa tapal batas antar negeri di Maluku.
“Sehingga ke depan kami berharap pendekatan para Latupatti, tokoh adat yang cepat terhadap persoalan batas tanah dapat mencegah terjadinya konflik yang lebih besar sehingga Maluku dapat aman damai dan sejahtera,” harapnya.
Hal serupa juga disampaikan Sekum Latupatti Maluku Decky Tanasale. Ia mengaku Majelis Latupatti Maluku hanya dapat melakukan mediasi untuk penyelesaian persoalan tapal batas lahan antar negeri.
“Kalau kita berbicara masalah batas tanah ini apalagi kita bicara masalah histori kedua negeri yang berkonflik memang kita sangat hati-hati dan kami dari Latupatti selalu melakukan pendekatan kepada mereka yang berkonflik melalui mediasi duduk bersama agar jangan sampai terjadi permasalahan yang lebih besar,” katanya.
Tanasale menjelaskan batas tanah atau wilayah negeri di Maluku, biasanya ditandai dengan terdapatnya sungai atau kapata yang dibuat para leluhur kedua negeri. Masyarakatnya juga sangat memahami dengan baik sehingga konflik antar desa di Pelauw dan Kariu saat ini sudah melibatkan desa Gandongnya dan ini sangat berbahaya.
“Sehingga kami berharap aparat dapat tegas menindak siapa saja yg melakukan tindakan yang dapat memicu terjadinya konflik yang besar. Kami juga meminta agar aparat dapat melakukan swiping senjata di kedua desa tersebut dan tindak tegas siapa saja yang sengaja menciptakan konflik karena kita ini Maluku telah dijadikan sebagai laboratorium perdamaian dunia,” sebutnya.
Tanasale meminta agar penegakan hukum harus dikedepankan untuk menjaga Maluku yang aman dan damai.
“Olehnya itu mari kita buktikan kalau Maluku memang benar Laboratorium perdamaian dunia,” pungkasnya.
Karo Ops Polda Maluku Asep Saepudin mengatakan, sesuai data intelejen di tahun 2022 terdapat 52 titik potensi konflik di Maluku akibat masalah tapal batas. 52 titik potensi konflik itu tersebar di semua kabupaten/kota di Maluku.
“Kami Polda Maluku dan jajaran bersama TNI saat ini mengedepankan unsur terdepan kami seperti Babinsa dan Bhabinkamtibmas. Kami bersama perangkat desa seperti Kades, Lurah dan stafnya melakukan pendekatan dengan para tokoh yang ada di desa yang berkonflik, sehingga persoalan yang terjadi tidak menjadi besar,” jelasnya.
Menurut Saepudin, Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif, telah menggulirkan program unggulan Polda Maluku yaitu “Basudara Manise”. Program ini bertujuan untuk menciptakan Maluku yang aman, damai dan sejahtera.
“Bapak Kapolda kita saat ini punya program yang namanya Basudara Manise yang tujuannya untuk memupuk rasa persaudaraan yang kuat di antara masyarakat Maluku. Sehingga konflik yang sering terjadi dapat dicegah dini, dan selain penegakan hukum yang tegas Restoratif justice juga selalu kami kedepankan dalam penyelesaian masalah batas tanah, apabila masyarakat yang berkonflik memang sepakat untuk menyelesaikannya bersama dengan damai,” kata dia.
Terkait penyelesaian konflik antara Desa Pelauw dan Kariu, Saipudin mengungkapkan, Polda Maluku telah melakukan tahapan penegakan hukum serta melakukan pendekatan dengan para tokoh masyarakat yang ada seperti mendatangi TKP, mengamankan barang bukti dan memeriksa saksi.
“Memang kami memonitor persoalan yang terjadi antara kedua desa ini dan kami sangat menyayangkan permasalahan yang terjadi bisa berkembang begitu besar. Padahal kalau para tokoh yang ada di kedua negeri dapat cepat melakukan tindakan pendekatan, kami yakin permasalahan tersebut tidak akan membesar dan memakan korban. Karena seberapa banyak juga aparat ditempatkan namun kalau masyarakatnya tidak mau untuk aman dan berdamai maka sama saja. Sehingga penempatan pos pengamanan akan terkesan bahwa ada sekat dan blok antar masyarakat,” sebutnya.
Di akhir penyampaiannya, Saepudin mengatakan Polda Maluku akan mengedepankan Pemolisian Masyarakat sehingga diharapkan adanya dukungan dari semua pihak.
“Kami juga mengajak agar seluruh masyarakat Maluku dapat mewujudkan persaudaraan yang erat sehingga Maluku ini damai, adil dan makmur,” pungkasnya.
Discussion about this post