POLDA MALUKU – Kepolisian Daerah Maluku menyesalkan terjadinya aksi unjuk rasa (Unras) yang dilakukan sekelompok mahasiswa bertepatan dengan kunjungan Presiden RI, Joko Widodo di Maluku Tenggara dan kota Tual, Rabu (14/9/2022).
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Rum Ohoirat, mengatakan, aksi Unras yang dilakukan sekelompok orang tersebut tidak mengantongi ijin dari Polres Maluku Tenggara (Malra).
Polres Malra tidak menerbitkan Surat Tanda Pemberitahuan (STTP)/ijin untuk melakukan Unras karena mereka memasukan surat pemberitahuan pada Selasa (13/9/2022). Sementara aksinya dilakukan pada Rabu (14/9/2022).
“Pemberitahuan dari kelompok orang ini dimasukan kepada Polres Malra melalui Piket penjagaan hari Selasa, 13 September 2022 pukul 14.30 WIT, dengan isi pemberitahuan melaksanakan aksi Unras pada hari Rabu, 14 sampai 17 September 2022 pukul 08.00 sampai selesai, dengan jumlah massa 500 orang,” kata Rum, Jumat (16/9/2022).
Dengan masuknya pemberitahuan tersebut, Rum mengaku Polres Malra tidak menerbitkan STTP/ijin, karena dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-rundangan (UU) nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum/ Unras.
“Pada pasal 10 UU nomor 9 tahun 1998 itu bunyinya pemberitahuan untuk melakukan kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum/ Unjuk rasa disampaikan selambat lambatnya 3 x 24 jam sebelum kegiatan dimulai. Sementara mereka memasukan surat belum juga sampai 1 x 24 jam,” kata Rum.
Di sisi lain, tambah Rum, aksi Unras tersebut tidak diijinkan dilakukan karena seluruh personil sudah diploting untuk mengamankan kunjungan Presiden RI. Sehingga tidak ada personil untuk mengamankan Unras tersebut.
“Sesuai pasal 7 UU Nomor 9 tahun 1998, aparat wajib mengamankan jalannya kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum/unjuk rasa Sementara jumlah aparat sudah terploting pada sejumlah titik untuk pengamanan Presiden sehingga apabila unjuk rasa dilaksanakan maka tidak ada aparat yang mengamankan mereka,” tambah dia.
Dengan kondisi tersebut, Polres Malra menolak pemberitahuan tersebut dengan jalan tidak menerbitkan Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). Selain itu, Polres Malra juga menyarankan agar Unras dapat ditunda dan disesuaikan dengan ketentuan UU.
Meski telah diberitahukan, sejumlah mahasiswa tetap ngotot untuk melakukan aksi demo. Para mahasiswa sekitar pukul 15.00 WIT, berkumpul di taman depan kafe Saraba dan tiba-tiba mereka berorasi. Sementara di saat yang sama berkumpul ribuan masyarakat sedang menunggu Presiden melewati jalan tersebut.
“Massa aksi sempat diminta untuk membubarkan diri. Namun mereka terus berorasi hingga masyarakat yang merasa terganggu akhirnya melakukan penyerangan. Bukan saja laki-laki, tapi termasuk ibu-ibu pun ikut marah dengan aksi demo yang dilakukan ade-ade mahasiswa,” ujarnya.
Juru bicara Polda Maluku ini sangat menyangkan terjadinya aksi unjuk rasa tersebut yang berakhir ricuh. Beruntung, para mahasiswa dapat diselamatkan oleh aparat kepolisian yang sementara mengamankan kunjungan Presiden.
“Kami berharap agar bisa menjadi tuan rumah yang baik. Unras silahkan tapi sesuaikan aturan dan tidak di jalur pengamanan yang telah disiapkan dan ada ribuan masyarakat di sana. Karena salah satu syarat Unras juga yaitu tidak memprovokasi masyarakat dengan melihat sikon di lapangan yang ada,” harapnya.
Mantan Kapolres Tual ini mengaku kebebasan demokrasi bukan artinya bebas segala-galanya atau semau-maunya tanpa mengindahkan kepentingan umum maupun masyarakat lainnya.
“Pada prinsipnya, kami Polri akan selalu melakukan pengamanan termasuk dalam hal unjuk rasa, menyampaikan pendapat di muka umum, asalkan disesuaikan dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Rum.
Menurut Rum, kedatangan Presiden mestinya dapat disyukuri. Sebab, Presiden memiliki niat yang baik dan memiliki perhatian khusus di kota Tual. Bahkan, baru pernah seorang Presiden hadir langsung di Tual.
“Kita sebagai tuan rumah harusnya menyambut dengan suka cita dan keramah tamahan masyarakat Malra dan Tual dengan cara sama-sama menjaga sikon kamtibmas yang aman dan kondusif,” tambahnya.
Masalah adanya aspirasi yang ingin disampaikan, lanjut Rum, itu adalah hal yang wajar dan sah-sah saja. Namun hal tersebut juga dapat disampaikan tertulis dan bisa dititipkan ke rombongan yang dari pusat sesuai bidang terkait.
“Saling menghargai antar sesama dan tidak memaksakan kehendak ke orang lain itu juga prinsip demokrasi yang harus dijunjung tinggi secara bersama,” tutup Rum.
Discussion about this post