POLDA MALUKU – Warga Dusun Pelita Jaya, Negeri Eti, Kecamatan Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), sepakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Kesepakatan tersebut diambil seluruh komponen masyarakat Pelita Jaya saat digelarnya pertemuan dan deklarasi menjaga kamtibmas di Rumah Kepala Dusun Pelita Jaya, Imran Ode, Selasa (5/9/2023).
Kesepakatan menjaga kamtibmas disetujui tokoh agama dan tokoh masyarakat, menyusul maraknya isu provokatif yang gencar dimainkan orang tak bertanggung jawab.
Saat ini, warga dusun Pelita Jaya juga sementara terlibat permasalahan
dengan perusahaan pisang abaka, PT. Spice Island Maluku (SIM). Perusahaan itu diduga melakukan penyerobotan lahan.
Dalam pertemuan itu, Kepala Dusun Pelita Jaya dan tokoh masyarakat Maarup Tomia, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga situasi kamtibmas yang kondusif.
Kepala dusun mengaku saat ini masyarakat Pelita Jaya masih menghadapi permasalahan sehubungan dengan adanya pembangunan perkebunan pisang abaka oleh PT. Spice Islands Maluku di wilayah Petuanan Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten SBB.
Ia meminta pihak-pihak terkait untuk mengevaluasi masuknya perusahaan itu yang telah meresahkan masyarakat Desa Eti Petuanan yakni Dusun Pulau Osi, Dusun Pelita Jaya dan Dusun Resetlement Pulau Osi. Sebab, PT SIM secara sepihak telah melakukan penyerobotan untuk menggusur lahan-lahan kebun milik warga di tiga dusun tersebut.
Selain tanpa melalui sosialisasi terlebih dahulu oleh tim teknis Pemerintah Daerah SBB atau pihak perusahan kepada masyarakat sekitar, aktifitas perkebunan pisang abaka juga sudah sangat merugikan dan meresahkan, karena memunculkan berbagai problem di lapangan.
Menurut mereka, dengan berkedok tanah adat, atau marga tertentu, mereka telah melakukan perjanjian dengan PT SIM untuk pembukaan lahan perkebunan pisang abaka sebagaimana surat yang disampaikan kepada tiga Kepala Dusun tersebut tertanggal 12 Mei 2022. Hal ini menunjukan bahwa marga tertentu atas nama tanah adat telah menguasai lahan milik orang lain tanpa sepengetahuan pemilik lahan. “Patut diduga ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang sengaja melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum sehingga bisa jadi terdapat unsur mafia tanah dalam hal ini,” katanya.
Masyarakat Pelita Jaya, Pulau Osi, dan Resetlement Pulau Osi berharap agar perkebunan itu dipindahkan ke areal penggunaan lainnya yang disepakati oleh Pemerintah Daerah Kabupaten SBB melalui kegiatan koordinasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu, terutama Dinas Perkebunan, Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Badan Pertanahan Nasional.
“Kami merasa tidak adil karena pengakuan sepihak dari yang mengaku mempunyai tanah adat pada lokasi bekas Hak Barat seperti erpacht dimasukan sebagai Tanah Adat mereka,” katanya.
Warga juga meminta Pemerintah Kabupaten SBB segera inventarisasi Peta Lokasi Tanah – Tanah Bekas Hak Barat ( Bekas Erpacht) Kabupaten SBB. Ini untuk mencegah mafia tanah adat, karena kenyataannya bekas erpacht yang kini telah dikuasai masyarakat juga diklaim oleh orang-orang yang mengaku memiliki dan menguasai tanah adat. Mereka tidak mengakui produk-produk BPN RI.
“Kami minta pengacara negara atau pemerintah dalam hal ini Kejaksaan mengadakan penelitian di lapangan, bahwa apa sebenarnya yang terjadi di balik pengakuan tanah adat yang sebenarnya berada di wilayah petuanan Desa Eti dan siapa tahu mungkin dikendalikan oleh mafia tanah adat,” pintanya.
Pihak Polres SBB, juga diharapkan dapat mengambil langkah tegas atas bukti pelanggaran kesepakatan tersebut. Ini agar tidak mengecewakan masyarakat Desa Eti dan Petuanan serta para pemilik lahan.
Menurut mereka, pada tanggal 20 Juli 2023 Pemerintah Daerah Kabupaten SBB juga mengadakan mediasi para pihak yang dihadiri langsung oleh Pj. Bupati Andi Candra As’aduddin, dengan para perwakilan PT. SIM, masyarakat Dusun Pulau Osi, Pelita Jaya, Resetlement Pulau Osi dan Perwakilan dari Pemerintah Desa Eti serta Perwakilan BPD Eti. Pertemuan dilaksanakan secara persuasive di ruang pertemuan Bupati, Kantor Bupati SBB. Pertemuan itu melahirkan kesepakatan bersama yakni PT. SIM mengehentikan operasi di wilayah objek tanah yang disengketakan sambil para pihak untuk mendudukan objektifitas keberadaan tanah dimaksud.
“Pada prinsipnya kami menginginkan ada penyelesaian masalah secara prosedural, tentu memenuhi kaidah hukum dan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan budaya sehingga terpenuhinya rasa keadilan di masyarakat,” kata Imran.
Pemerintah juga diminta berperan aktif dan berkoordinasi dengan semua stakeholder yang ada di daerah ini dan hadir selalu bersama masyarakat untuk memastikan hak-hak mereka dapat terpenuhi.
“Ini agar tercipta rasa aman dan nyaman serta masyarakat juga dapat menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya,” pungkasnya.
Discussion about this post